Rabu, 28 November 2012

Analisis Sistem Dalam Pengembangan Kurikulum





PENGEMBANGAN KURIKULUM
Analisis Sistem Dalam Pengembangan Kurikulum

Dosen Pembimbing:
Evi Masyitoh, M.Pd


Tim Penyusun


Arman coy




Fakultas Tarbiyah
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
RADEN RAHMAT
Jl. Raya Mojosari No 02 Kepanjen Malang


BAB I





A. Latar belakang
Pendidikan mempunyai peranan sangat penting dalam keseluruhan aspek kehidupan manusia. Hal itu disebabkan pendidikan berpengaruh langsung terhadap perkembangan manusia. Kalau bidang-bidang lain seperti ekonomi, pertanian, arsitektur, dan sebagainya berperan menciptakan sarana dan prasarana bagi kepentingan manusia, pendidikan berkaitan langsung dengan pembentukan manusia. Oleh karena itu, Kurikulum sebagai rancangan pendidikan menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum dalam pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, penyusunan kurikulum tidak dapat dikerjakan sembarangan, terutama pada tahap pengembangannya. Pengembangan kurikulum mengacu pada dua sistem, yaitu; sistem lingkungan dan sistem yang ada dalam kurikulum itu sendiri.

B.  Masalah
1.      Apa sistem kurikulum itu?
2.      Sistem apa saja yang mempengaruhi terhadap perkembangan kurikulum?
3.      Sejauh mana peran sistem dalam pengembangan kurikulum?

C. Tujuan penulisan makalah
Makalah disusun dengan tujuan mengetahui sistem kurikulum dan menganalisis sistem yang mempengaruhi terhadap perkembangan kurikulum.









BAB II
Pembahasan

A. Kurikulum Sebagai Suatu Sistem
Beberapa pandangan ahli mengenai Sistem :
Menurut Ludwig Von Bartalanfy, “Sistem merupakan seperangkat unsur yang saling terikat dalam satu kesatuan dan diantara unsur-unsur tersebut ada relasi dengan lingkungan.”[1]
Menurut Anatol Raporot, “Sistem adalah suatu kumpulan kesatuan dan perangkat hubungan satu sama lain.”
Menurut L. Ackof, “Sistem adalah setiap kesatuan secara konseptual atau fisik yang terdiri dari bagian-bagian, dalam keadaan saling tergantung satu sama lainnya”.[2]
Dari ketiga pendapat di atas, maka sistem dapat diartikan dengan konsep dasar yang lebih luas, yaitu; suatu jaringan kerja yang terdiri dari sejumlah komponen-komponen yang saling berinteraksi, bekerjasama membentuk satu kesatuan. Komponen-komponen dari sistem itu dapat berupa suatu subsistem atau bagian-bagian dari sistem. Setiap subsistem mempunyai sifat-sifat dari sistem untuk menjalankan suatu fungsi tertentu dan mempengaruhi proses sistem secara keseluruhan. Suatu sistem dapat mempunyai suatu sistem yang lebih besar yang disebut dengan supra sistem. Misalnya, kurikulum disebut dengan suatu sistem, sedangkan pendidikan merupakan sistem yang lebih besar, maka pendidikan disebut dengan supra sistem dan kurikulum disebut sebagai subsistemnya. Demikian juga bila kurikulum dipandang sebagai suatu sistem, maka komponen-komponen yang ada di dalamnya seperti tujuan, materi, metode, dan evaluasi semuanya adalah subsistemnya.
Komponen-komponen tersebut saling berkaitan dan menunjang antar satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan dari kurikulum. Dengan demikian, kurikulum disebut sebagai system, dan sekaligus sebagai subsistem dari pendidikan, yang mempunyai peran untuk mencapai tujuan dari pendidikan itu sendiri.

B. Komponen kurikulum
Kurikulum memiliki empat komponen utama, yaitu: tujuan, materi, strategi/metode pembelajaran, dan evaluasi (dalam versi lain ada lima; tujuan, materi, sumber belajar, dan evaluasi ). Keempat komponen tersebut memiliki keterkaitan yang erat dan tidak bisa dipisahkan antar satu dengan yang lain. Adanya keterkaitan itulah yang disebut dengan suatu sistem dalam kurikulum. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan tentang masing-masing komponen tersebut.
b.1. Tujuan
Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa: ” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.[3]
Tujuan pendidikan nasional yang merupakan pendidikan pada tataran makroskopik, dijabarkan ke dalam tujuan institusional yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap jenis maupun jenjang sekolah atau satuan pendidikan tertentu.
b.2. Materi Pembelajaran
Berkenaan dengan penentuan materi pembelajaran, pendidik memiliki wewenang penuh untuk menentukan materi pembelajaran, sebagaimana yang telah diterapkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yaitu kesesuaian standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran. Dalam prakteknya untuk menentukan materi pembelajaran perlu memperhatikan hal-hal berikut:
  1. Sahih (valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan kesahihannya. Di samping itu, juga materi yang diberikan merupakan materi yang aktual, tidak ketinggalan zaman, dan memberikan kontribusi untuk pemahaman ke depan.
  2. Tingkat kepentingan; materi yang dipilih benar-benar diperlukan peserta didik. Mengapa dan sejauh mana materi tersebut penting untuk dipelajari.
  3. Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan manfaat akademis maupun non akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang pendidikan lebih lanjut. Sedangkan manfaat non akademis dapat mengembangkan kecakapan hidup dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
  4. Layak dipelajari; materi memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit) maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan kondisi setempat.
  5. Menarik minat; materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat memotivasi peserta didik untuk mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan mereka.
b.3. Strategi pembelajaran
perbedaan filsafat dan teori pendidikan yang melandasi pengembangan kurikulum dalam menentukan tujuan dan materi pembelajaran, berkonsekuensi terhadap penentuan strategi pembelajaran yang hendak dikembangkan. Apabila yang menjadi tujuan dalam pembelajaran adalah penguasaan informasi-intelektual, sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh kalangan pendukung filsafat klasik dalam rangka pewarisan budaya ataupun keabadian, maka strategi pembelajaran yang dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru. Guru merupakan tokoh sentral di dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai pusat informasi dan pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai obyek yang secara pasif menerima sejumlah informasi dari guru. Metode pembelajaran seperti ini cenderung lebih bersifat tekstual.
Sedangkan menurut kalangan progresivisme, yang seharusnya aktif dalam suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik secara aktif menentukan materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan kebutuhannya, sekaligus menentukan bagaimana cara-cara yang paling sesuai untuk memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya.
b.4. Evaluasi Kurikulum
Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan.
Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi, kelayakan (feasibility) program. [4]
Keempat komponen kurikulum di atas harus ada kesesuaian antar satu dengan yang lain. Isi sesuai dengan tujuan, metode sesuai dengan isi dan tujuan, demikian juga evaluasi sesuai dengan metode, isi, dan tujuan kurikulum.

D. Sirkulasi perubahan Kurikulum
Dalam perjalanan dunia pendidikan di Indonesia, salah satu upaya pemerintah untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan adalah melakukan perubahan kurikulum pendidikan. Perubahan tersebut merupakan salah satu langkah pengembangan antara kurikulum yang ada dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Sampai saat ini pemerintah telah menerapkan kurang lebih enam bentuk kurikulum, yaitu Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, kurikulum1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 2004 atau  Kurikulum Berbasis Kompetensi, dan yang terakhir Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
d.1. Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum 1968  ini bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya sembilan.
Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
b.2. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum model ini banyak mendapatkan kritikan, sebab guru terlalu disibukkan menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran, sehingga konsentrasinya kurang terfokus.
b.3. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
b.4. kurikulum 1994
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan.
Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.
b.5. Kurikulum 2004
Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa.
Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
b.6. KTSP 2006
Awal 2006 uji coba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. (TIAR).
Jika kita menilik dari berbagai jenis kurikulum yang telah diterapkan, maka secara garis besar bahwa komponen-komponen yang tersebut di atas pada dasarnya sudah ada disetiap kurikulum yang pernah diterapkan dalam dunia pendidikan kita. Namun yang menjadi masalah adalah kurikulum tersebut bersifat fleksibel, sehingga pemberlakuan isi kurikulum harus disesuaikan dengan waktu dan situasi tertentu sesuai dengan tuntutan, kebutuhan, kondisi, dan perkembangan masyarakat. Perubahan isi kurikulum inilah yang menjadi masalah, mengingat pemberlakuannya cukup sulit untuk dapat diterapkan serentak secara nasional. Akibatnya hanya wilayah-wilayah tertentu saja yang dapat mengikuti perkembangan kurikulum tersebut, sementara wilayah lain boleh jadi tidak mengenal kurikulum yang sedang diberlakukan, dan tiba-tiba saja sudah ganti kurikulum yang baru.
Secara umum ada beberapa pendekatan dalam pengembangan kurikulum yang diterapkan dalam dunia pendidikan kita. Pendekatan tersebut antara lain :
  • Dari awal kemerdekaan sampai pertengahan tahun 1960-an  pendekatan berbasis materi (content based approach)
  • Akhir tahun 1960 –an sampai dengan pertengahan tahun1980-an pendekatan berbasis kompetensi (competence based approach) dan pendekatan belajar tuntas (mastery learning approach)
  • Akhir tahun 1980-an sampai dengan awal 1990-an pendekatan berbasis out come (outcome based approach)
  • tengah tahun1990-an sampai dengan sekarang pendekatan berbasis standar (standard based approach)[5]
Melihat beberapa pendekatan yang telah dilakukan dalam rangka pembenahan kurikulum tersebut, dapat ditarik benang merah bahwa perubahan kurikulum yang telah terjadi hanyalah pada desain isi kurikulum saja, yang hal itu, terjadinya karena banyak dipengaruhui oleh sistem lingkungan yang terus berkembang.
E. Peranan  Sistem dalam Pengembangan Kurikulum.
       Salah satu model pengembangan kurikulum adalah The systematic action-research model. Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial. Hal ini mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian orang tua, siswa guru, struktur sistem sekolah, pola hubungan pribadi dan kelompok dari sekolah dan masyarakat. Sesuai dengan asumsi tersebut model ini menekankan pada tiga hal yaitu; hubungan insani, sekolah dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari guru profesional.
Kurikulum dikembangkan dalam konteks harapan warga masyarakat, para orang tua, tokoh masyarakat, pengusaha, siswa, guru, dan lain-lain. Mereka mempunyai pandangan tentang bagaimana pendidikan, bagaimana anak belajar, dan bagaimana peranan kurikulum dalam pendidikan dan pengajaran. Penyusunan kurikulum harus memasukkan pandangan dan harapan-harapan masyarakat. Inilah keterkaitan pengembangan kurikulum dengan lingkungan, bahwa sisitem dalam lingkungan juga berperan sangat penting dalam pengembangan kurikulum.

Oleh karena itu, keterkaiatan komponen-komponen yang ada, baik dalam lingkungan masyarakat atau pun yang ada dalam kurikulum itu sendiri, merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dan saling berhubungan, dan itulah yang disebut dengan sistem. Dengan demikian, maka peranan sistem dalam pengembangan kurikulum merupakan hal yang sangat penting adanya.
Penutup

A. Kesimpulan
Dalam pengembangan kurikulum ada dua sistem yang terdiri atas komponen-komponen yang perlu menjadi acuan, yaitu; sistem lingkungan dan sistem kurikulum. Sistem lingkungan terdiri atas beberapa komponen yaitu; Alam, Sosial, Budaya, Politik, Ekonomi, dan Agama. Sedangkan sistem kurikulum terdiri atas beberapa komponen juga yaitu; tujuan, metode, materi/isi, dan evaluasi. Masing-masing dari kedua sistem tersebut harus ada relevansi atau kesesuaian antar satu dengan yang lain.  Kesesuaian sistem yang ada dalam kurikulum mengacu pada kesesuaian sistem yang ada dalam lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, dan perkembangan yang ada di lingkungan masyakarakat.
B. Rekomendasi
Kebutuhan pendidikan kini semakin kompleks, begitu pula dengan kenbutuhan kurikulum yang ada juga semakin berkembang, maka disarankan agar tiap sekolah atau lembag pendidikan menerapkan suatu sisten kurikulum yang sesuai dengan keadaan lingkungan sekolahnya, dan masyrakat sekitar. Memahami sistem dalam pengembanagn kurikulum sangatlah penting, oleh karenanya, masih butuh banyak refrensi untuk kita kaji sebagai pelengkap pengetahuan kita dalam memahami sistem kurikulum.









Daftar Pustaka
                          
Roni, Ahmad. Masalah Kurikulum dalam Pembelajaran.http://kurtek.epi.edu/kurpen/6-pembelajaran.html.diakses,10:11 WIB. /30/03/2012
Adiwikarta,S, 1994. Kurikulum yang Berorientasi pada Kekinian, Kurikulum untuk Abad 21, akarta : Grasindo.
http://akhmadsudrajat.wordpress.compengertian-kurikulum.09:13.WIB/30/03/2012
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta
Syaodih Sukmadinata, Nana. 2004. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya






[1] Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.halm.96
[2] Syaodih Sukmadinata, Nana. 2004. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.halm.47
[3] http://akhmadsudrajat.wordpress.compengertian-kurikulum.09:13.WIB/30/03/2012

[4] Adiwikarta,S, 1994. Kurikulum yang Berorientasi pada Kekinian, Kurikulum untuk Abad 21, Jakarta: Grasindo.halm.35

[5] Roni, Ahmad. Masalah Kurikulum dalam Pembelajaran.http://kurtek.epi.edu/kurpen/6-pembelajaran.html.diakses,10:11 WIB. /30/03/2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar