PENGEMBANGAN KURIKULUM
Analisis
Sistem Dalam Pengembangan Kurikulum
Dosen Pembimbing:
Evi Masyitoh, M.Pd
Tim Penyusun
Arman coy
Fakultas Tarbiyah
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
RADEN RAHMAT
Jl. Raya Mojosari No 02 Kepanjen Malang
BAB I
A. Latar belakang
Pendidikan mempunyai peranan
sangat penting dalam keseluruhan aspek kehidupan manusia. Hal itu disebabkan
pendidikan berpengaruh langsung terhadap perkembangan manusia. Kalau
bidang-bidang lain seperti ekonomi, pertanian, arsitektur, dan sebagainya
berperan menciptakan sarana dan prasarana bagi kepentingan manusia, pendidikan
berkaitan langsung dengan pembentukan manusia. Oleh karena itu, Kurikulum
sebagai rancangan pendidikan menentukan proses pelaksanaan dan hasil
pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum dalam pendidikan dan dalam
perkembangan kehidupan manusia, penyusunan kurikulum tidak dapat dikerjakan
sembarangan, terutama pada tahap pengembangannya. Pengembangan kurikulum
mengacu pada dua sistem, yaitu; sistem lingkungan dan sistem yang ada dalam
kurikulum itu sendiri.
B. Masalah
1. Apa sistem kurikulum itu?
2. Sistem apa saja yang
mempengaruhi terhadap perkembangan kurikulum?
3. Sejauh mana peran sistem
dalam pengembangan kurikulum?
C. Tujuan penulisan makalah
Makalah disusun dengan tujuan mengetahui
sistem kurikulum dan menganalisis sistem yang mempengaruhi terhadap
perkembangan kurikulum.
BAB II
Pembahasan
A. Kurikulum Sebagai Suatu Sistem
Beberapa pandangan ahli
mengenai Sistem :
Menurut Ludwig Von Bartalanfy, “Sistem merupakan
seperangkat unsur yang saling terikat dalam satu kesatuan dan diantara
unsur-unsur tersebut ada relasi dengan lingkungan.”[1]
Menurut Anatol Raporot, “Sistem adalah suatu
kumpulan kesatuan dan perangkat hubungan satu sama lain.”
Menurut L. Ackof, “Sistem adalah setiap kesatuan
secara konseptual atau fisik yang terdiri dari bagian-bagian, dalam keadaan
saling tergantung satu sama lainnya”.[2]
Dari ketiga pendapat di atas, maka
sistem dapat diartikan dengan konsep dasar yang lebih luas, yaitu; suatu
jaringan kerja yang terdiri dari sejumlah komponen-komponen yang saling
berinteraksi, bekerjasama membentuk satu kesatuan. Komponen-komponen dari sistem
itu dapat berupa suatu subsistem atau bagian-bagian dari sistem. Setiap
subsistem mempunyai sifat-sifat dari sistem untuk menjalankan suatu fungsi
tertentu dan mempengaruhi proses sistem secara keseluruhan. Suatu sistem dapat
mempunyai suatu sistem yang lebih besar yang disebut dengan supra sistem. Misalnya,
kurikulum disebut dengan suatu sistem, sedangkan pendidikan merupakan sistem
yang lebih besar, maka pendidikan disebut dengan supra sistem dan kurikulum
disebut sebagai subsistemnya. Demikian juga bila kurikulum dipandang sebagai
suatu sistem, maka komponen-komponen yang ada di dalamnya seperti tujuan,
materi, metode, dan evaluasi semuanya adalah subsistemnya.
Komponen-komponen tersebut
saling berkaitan dan menunjang antar satu dengan yang lain untuk mencapai
tujuan dari kurikulum. Dengan demikian, kurikulum disebut sebagai system, dan
sekaligus sebagai subsistem dari pendidikan, yang mempunyai peran untuk mencapai
tujuan dari pendidikan itu sendiri.
B. Komponen kurikulum
Kurikulum memiliki empat komponen utama,
yaitu: tujuan, materi, strategi/metode pembelajaran, dan evaluasi (dalam versi
lain ada lima; tujuan, materi, sumber belajar, dan evaluasi ). Keempat komponen
tersebut memiliki keterkaitan yang erat dan tidak bisa dipisahkan antar satu
dengan yang lain. Adanya keterkaitan itulah yang disebut dengan suatu sistem dalam
kurikulum. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan tentang
masing-masing komponen tersebut.
b.1. Tujuan
Dalam perspektif pendidikan nasional,
tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa: ” Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”.[3]
Tujuan pendidikan nasional yang merupakan
pendidikan pada tataran makroskopik, dijabarkan ke dalam tujuan institusional
yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap jenis maupun jenjang
sekolah atau satuan pendidikan tertentu.
b.2. Materi Pembelajaran
Berkenaan dengan penentuan materi pembelajaran, pendidik memiliki wewenang
penuh untuk menentukan materi pembelajaran, sebagaimana yang telah diterapkan
dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yaitu kesesuaian standar kompetensi
dan kompetensi dasar yang hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
Dalam prakteknya untuk menentukan materi pembelajaran perlu memperhatikan
hal-hal berikut:
- Sahih (valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan kesahihannya. Di samping itu, juga materi yang diberikan merupakan materi yang aktual, tidak ketinggalan zaman, dan memberikan kontribusi untuk pemahaman ke depan.
- Tingkat kepentingan; materi yang dipilih benar-benar diperlukan peserta didik. Mengapa dan sejauh mana materi tersebut penting untuk dipelajari.
- Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan manfaat akademis maupun non akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang pendidikan lebih lanjut. Sedangkan manfaat non akademis dapat mengembangkan kecakapan hidup dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
- Layak dipelajari; materi memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit) maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan kondisi setempat.
- Menarik minat; materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat memotivasi peserta didik untuk mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan mereka.
b.3. Strategi
pembelajaran
perbedaan filsafat dan teori pendidikan
yang melandasi pengembangan kurikulum dalam menentukan tujuan dan materi
pembelajaran, berkonsekuensi terhadap penentuan strategi pembelajaran yang
hendak dikembangkan. Apabila yang menjadi tujuan dalam pembelajaran adalah penguasaan
informasi-intelektual, sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh kalangan
pendukung filsafat klasik dalam rangka pewarisan budaya ataupun keabadian,
maka strategi pembelajaran yang dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru.
Guru merupakan tokoh sentral di dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai
pusat informasi dan pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai
obyek yang secara pasif menerima sejumlah informasi dari guru. Metode pembelajaran
seperti ini cenderung lebih bersifat tekstual.
Sedangkan menurut kalangan progresivisme,
yang seharusnya aktif dalam suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu
sendiri. Peserta didik secara aktif menentukan materi dan tujuan belajarnya
sesuai dengan minat dan kebutuhannya, sekaligus menentukan bagaimana cara-cara
yang paling sesuai untuk memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya.
b.4. Evaluasi Kurikulum
Evaluasi merupakan salah satu komponen
kurikulum. Dalam pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk
memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan
melalui kurikulum yang bersangkutan.
Sedangkan dalam pengertian yang lebih
luas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara
keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi
tidak hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi,
kelayakan (feasibility) program. [4]
Keempat komponen kurikulum di
atas harus ada kesesuaian antar satu dengan yang lain. Isi sesuai dengan
tujuan, metode sesuai dengan isi dan tujuan, demikian juga evaluasi sesuai
dengan metode, isi, dan tujuan kurikulum.
D. Sirkulasi perubahan
Kurikulum
Dalam perjalanan dunia pendidikan
di Indonesia, salah satu upaya pemerintah untuk mencapai tujuan pendidikan yang
diharapkan adalah melakukan perubahan kurikulum pendidikan. Perubahan tersebut
merupakan salah satu langkah pengembangan antara kurikulum yang ada dengan
kurikulum-kurikulum sebelumnya. Sampai saat ini pemerintah telah menerapkan kurang
lebih enam bentuk kurikulum, yaitu Kurikulum 1968, Kurikulum 1975,
kurikulum1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis
Kompetensi, dan yang terakhir Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
d.1.
Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 ini bersifat politis: mengganti Rencana
Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada
pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan
organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar,
dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya sembilan.
Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai
kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya.
Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan
faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan
kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
b.2.
Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan,
agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Metode, materi, dan tujuan
pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI).
Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap
satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan
instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan
belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum model ini banyak mendapatkan
kritikan, sebab guru terlalu disibukkan menulis rincian apa yang akan dicapai
dari setiap kegiatan pembelajaran, sehingga konsentrasinya kurang terfokus.
b.3.
Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill
approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap
penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”.
Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
b.4.
kurikulum 1994
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum
sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum
1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan.
Materi muatan lokal disesuaikan dengan
kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan
daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat mendesakkan
agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma
menjadi kurikulum super padat. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah
materi.
b.5.
Kurikulum 2004
Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti
dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur
kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa
soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya
tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa
besar pemahaman dan kompetensi siswa.
Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah
sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah
menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa
sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
b.6.
KTSP 2006
Awal 2006 uji coba KBK dihentikan.
Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Tinjauan dari segi isi
dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis
evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling
menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran
sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal
ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar
kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap
satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi
pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian
merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan
supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. (TIAR).
Jika kita
menilik dari berbagai jenis kurikulum yang telah diterapkan, maka secara garis
besar bahwa komponen-komponen yang tersebut di atas pada dasarnya sudah ada
disetiap kurikulum yang pernah diterapkan dalam dunia pendidikan kita. Namun
yang menjadi masalah adalah kurikulum tersebut bersifat fleksibel, sehingga pemberlakuan
isi kurikulum harus disesuaikan dengan waktu dan situasi tertentu sesuai dengan
tuntutan, kebutuhan, kondisi, dan perkembangan masyarakat. Perubahan isi kurikulum inilah yang menjadi
masalah, mengingat pemberlakuannya cukup sulit untuk dapat diterapkan serentak
secara nasional. Akibatnya hanya wilayah-wilayah tertentu saja yang dapat
mengikuti perkembangan kurikulum tersebut, sementara wilayah lain boleh jadi
tidak mengenal kurikulum yang sedang diberlakukan, dan tiba-tiba saja sudah
ganti kurikulum yang baru.
Secara umum ada beberapa pendekatan dalam
pengembangan kurikulum yang diterapkan dalam dunia pendidikan kita. Pendekatan
tersebut antara lain :
- Dari awal kemerdekaan sampai pertengahan tahun 1960-an pendekatan berbasis materi (content based approach)
- Akhir tahun 1960 –an sampai dengan pertengahan tahun1980-an pendekatan berbasis kompetensi (competence based approach) dan pendekatan belajar tuntas (mastery learning approach)
- Akhir tahun 1980-an sampai dengan awal 1990-an pendekatan berbasis out come (outcome based approach)
- tengah tahun1990-an sampai dengan sekarang pendekatan berbasis standar (standard based approach)[5]
Melihat
beberapa pendekatan yang telah dilakukan dalam rangka pembenahan kurikulum
tersebut, dapat ditarik benang merah bahwa perubahan kurikulum yang telah
terjadi hanyalah pada desain isi kurikulum saja, yang hal itu, terjadinya karena
banyak dipengaruhui oleh sistem lingkungan yang terus berkembang.
E. Peranan Sistem dalam Pengembangan
Kurikulum.
Salah satu model
pengembangan kurikulum adalah The
systematic action-research model. Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum
merupakan perubahan sosial. Hal ini mencakup suatu proses yang melibatkan
kepribadian orang tua, siswa guru, struktur sistem sekolah, pola hubungan
pribadi dan kelompok dari sekolah dan masyarakat. Sesuai dengan asumsi tersebut
model ini menekankan pada tiga hal yaitu; hubungan insani, sekolah dan
organisasi masyarakat, serta wibawa dari guru profesional.
Kurikulum
dikembangkan dalam konteks harapan warga masyarakat, para orang tua, tokoh
masyarakat, pengusaha, siswa, guru, dan lain-lain. Mereka mempunyai pandangan
tentang bagaimana pendidikan, bagaimana anak belajar, dan bagaimana peranan
kurikulum dalam pendidikan dan pengajaran. Penyusunan kurikulum harus memasukkan
pandangan dan harapan-harapan masyarakat. Inilah keterkaitan pengembangan
kurikulum dengan lingkungan, bahwa sisitem dalam lingkungan juga berperan
sangat penting dalam pengembangan kurikulum.
Oleh karena itu, keterkaiatan
komponen-komponen yang ada, baik dalam lingkungan masyarakat atau pun yang ada
dalam kurikulum itu sendiri, merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan
dan saling berhubungan, dan itulah yang disebut dengan sistem. Dengan demikian,
maka peranan sistem dalam pengembangan kurikulum merupakan hal yang sangat
penting adanya.
Penutup
A. Kesimpulan
Dalam pengembangan kurikulum ada dua
sistem yang terdiri atas komponen-komponen yang perlu menjadi acuan, yaitu;
sistem lingkungan dan sistem kurikulum. Sistem lingkungan terdiri atas beberapa
komponen yaitu; Alam, Sosial, Budaya, Politik, Ekonomi, dan Agama. Sedangkan
sistem kurikulum terdiri atas beberapa komponen juga yaitu; tujuan, metode,
materi/isi, dan evaluasi. Masing-masing dari kedua sistem tersebut harus ada
relevansi atau kesesuaian antar satu dengan yang lain. Kesesuaian sistem yang ada dalam kurikulum
mengacu pada kesesuaian sistem yang ada dalam lingkungan masyarakat. Oleh
karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan
kebutuhan, kondisi, karakteristik, dan perkembangan yang ada di lingkungan masyakarakat.
B. Rekomendasi
Kebutuhan pendidikan kini semakin
kompleks, begitu pula dengan kenbutuhan kurikulum yang ada juga semakin
berkembang, maka disarankan agar tiap sekolah atau lembag pendidikan menerapkan
suatu sisten kurikulum yang sesuai dengan keadaan lingkungan sekolahnya, dan
masyrakat sekitar. Memahami sistem dalam pengembanagn kurikulum sangatlah
penting, oleh karenanya, masih butuh banyak refrensi untuk kita kaji sebagai
pelengkap pengetahuan kita dalam memahami sistem kurikulum.
Daftar Pustaka
Roni,
Ahmad. Masalah Kurikulum dalam
Pembelajaran.http://kurtek.epi.edu/kurpen/6-pembelajaran.html.diakses,10:11
WIB. /30/03/2012
Adiwikarta,S, 1994. Kurikulum yang Berorientasi pada Kekinian,
Kurikulum untuk Abad 21, akarta : Grasindo.http://akhmadsudrajat.wordpress.compengertian-kurikulum.09:13.WIB/30/03/2012
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta
Syaodih Sukmadinata, Nana. 2004. Pengembangan
Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
[1] Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT
Rineka Cipta.halm.96
[2] Syaodih Sukmadinata, Nana. 2004. Pengembangan Kurikulum: Teori dan
Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.halm.47
[3]
http://akhmadsudrajat.wordpress.compengertian-kurikulum.09:13.WIB/30/03/2012
[4] Adiwikarta,S, 1994. Kurikulum yang Berorientasi pada Kekinian,
Kurikulum untuk Abad 21, Jakarta: Grasindo.halm.35
[5] Roni, Ahmad. Masalah
Kurikulum dalam Pembelajaran.http://kurtek.epi.edu/kurpen/6-pembelajaran.html.diakses,10:11 WIB. /30/03/2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar